Mirza Zahiruddin Akbar Susilo, biasa di panggil dengan Mirza ini waktu luang itu merupakan waktu dimana ia dapat menyalurkan hobbinya seperti mendengarkan musik, bermain scrabble, bermain basket, dan running beserta memperbaiki dirinya agar menjadi individu yang lebih. Pria yang tinggal di wilayah Jakarta Timur ini, biasa menghabiskan waktu luangnya sendiri dirumah atau bersama keluarganya. Menurutnya, waktu luang yang dilakukan bersama-sama dengan keluarganya lebih kebersamaan sedangkan waktu yang ia habiskan untuk dirinya sendiri lebih ke personal interest seperti bermain games, mencari musik-musik baru, dsb.
Pria berumur 23 tahun ini juga sering menghabiskan waktu luangnya di Bar atau Coffee Shop untuk mencoba minuman atau makanan dan menghabiskan waku bersama teman seperti membantu temannya apabila ada event yang akan dijalankan. Baginya, Mal bukan pilahan utama untuk berkumpul dengan teman dan keluarga. Karena baginya, teman dan keluarga lebih sering berkumpul di bar atau restoran.
Menurut pria yang rata-rata mengeluarkan biaya kurang lebih Rp 2jt dalam sebulan ini, menggap bahwa Hari Sabtu dan Minggu merupakan waktu dimana ia sering menghabiskan waktu luangnya karena waktunya yang lebih banyak dan dapat melakukan aktifitas-aktifitas yang biasanya tidak ia lakukan pada hari lain seperti membaca korandan buku. Menurutnya, untuk mempunyai waktu luang itu sangat penting alasannya untuk melihat perspektif baru atau pemikiran baru pada titik dimana sudah tidak memiliki ide baru.
Berdasarkan pendapatnya, kualitas dari waktu luang itu sangat penting. "Soalnya kalo kuantitinya kebanyakan jadi males-malesan" tuturnya. Alasan mengapa ia mengatakan kualitas dibandingkan dengan kuantitas adalah dari pengalamannya pada saat kuliah. Dimana pada saat kuliah dulu, setiap mata kuliah ada break 10 menit dan setiap 10 menit itu boleh keluar dari kampus, ngerokok, ngopi, ngobrol-ngobrol, dsb sehingga ketika kembali ke kelas sudah dapat fokus dengan pelajaran lagi.
Pria yang pernah tinggal lama di Luar Negeri ini, mengatakan bahwa orang Jakarta lebih sering menghabiskan waktu luangnya di Mal karena jumlah Mal di Jakarta lebih banyak dibandingkan dengan tempat umumnya maka dari itu orang Jakarta lebih sering menghabiskan waktu luangnya di Mal. Namun disisi lain, menurutnya, tempat umum di Jakarta memang tidak memadai untuk dijadikan tempat menghabiskan waktu luang seperti di Luar Negeri. "Pertama, sarananya dan juga kayak cuacanya, cuaca juga mendukung, sarana dan juga kenyamanannya dan juga akses untuk kesananya" ungkapnya. Baginya, tempat umum di Jakarta bukan menjadi suatu rekomendasi untuk dijadikan tempat untuk menghabiskan waktu luang karena polusi, cuaca yang terlalu terik sehingga tidak (baik untuk kulit).
Berdasarkan pengalamannya tinggal di luar Indonesia, cara masyarakat Indonesia dan masyarakat dimana dulu ia pernah tinggal pada saat menghabiskan waktu luangnya berbeda. "Disana public places lebih banyak. Jadi kita enggak kena charge tempat. Misalkan disini kita makan di restoran kan kena service charge, sedangkan disana kalo sama temen-temen barbecue di taman, kita cuman bayar apa yang kita mau makan" jelasnya.
Menurut pria lulusan European University di Montreux, Switzerland ini, pengalaman yang paling mengesankan adalah menonton konser band Coldplay di Zurich, Switzerland. Memang sudah keinginannya suatu hari untuk bisa nonton konser Coldplay namun tiba-tiba ada teman yang menawarkan tiket konser band tersebut dan kebetulan memang pingin akhirnya ia menonton band tersebut. "Kayak ke surga abis itu balik" katanya. Namun, apabila band Coldplay mengadakan konser di Jakarta, ia ragu-ragu untuk datang ke konser tersebut. Alasannya karena ia sudah dapat membayangkan pada saat konser selesai pasti akan macet. Sedangkan saat di Zurich, area sekitar tempat konser di block sehingga untuk kesana harus menggunakan tram (kereta dalam kota) sehingga pulang dan pergi lebih mudah.
Sedangkan pengalaman yang kurang mengesankan adalah ketika Mirza berkunjung ke Milan, Italia. Pada saat itu, ia ingin berfoto di depan salah satu gereja Cathedral. Namun, tiba-tiba, ada seseorang yang memberikannya makanan burung di tangannya. Tetapi, pada saaat ia sudah selesai berfoto orang tersebut meminta uang karena makanan burungnya sudah dimakan oleh burung-burung yang ada di sekitar gereja tersebut.
Menurut Mirza, tempat yang bagus untuk di kunjungi di Luar Jakarta namun tidak ada di Jakarta adalah Gili Trawangan. "Pulaunya emang pulang untuk turis. Dia enggak kayak bali. Kalo bali kan udah mulai kayak metropolitan. Udah banyak Mal. Kalo di Gili tuh mereka masih bergantung sama turis-turis jadi tempatnya kayak di sesuain sama interest orang-orang luar. Kayak pantai itu masih gratis. Kalo di Jakarta kan pantai harus bayar" jelasnya.
Menurut pria yang rata-rata mengeluarkan biaya kurang lebih Rp 2jt dalam sebulan ini, menggap bahwa Hari Sabtu dan Minggu merupakan waktu dimana ia sering menghabiskan waktu luangnya karena waktunya yang lebih banyak dan dapat melakukan aktifitas-aktifitas yang biasanya tidak ia lakukan pada hari lain seperti membaca korandan buku. Menurutnya, untuk mempunyai waktu luang itu sangat penting alasannya untuk melihat perspektif baru atau pemikiran baru pada titik dimana sudah tidak memiliki ide baru.
Berdasarkan pendapatnya, kualitas dari waktu luang itu sangat penting. "Soalnya kalo kuantitinya kebanyakan jadi males-malesan" tuturnya. Alasan mengapa ia mengatakan kualitas dibandingkan dengan kuantitas adalah dari pengalamannya pada saat kuliah. Dimana pada saat kuliah dulu, setiap mata kuliah ada break 10 menit dan setiap 10 menit itu boleh keluar dari kampus, ngerokok, ngopi, ngobrol-ngobrol, dsb sehingga ketika kembali ke kelas sudah dapat fokus dengan pelajaran lagi.
Pria yang pernah tinggal lama di Luar Negeri ini, mengatakan bahwa orang Jakarta lebih sering menghabiskan waktu luangnya di Mal karena jumlah Mal di Jakarta lebih banyak dibandingkan dengan tempat umumnya maka dari itu orang Jakarta lebih sering menghabiskan waktu luangnya di Mal. Namun disisi lain, menurutnya, tempat umum di Jakarta memang tidak memadai untuk dijadikan tempat menghabiskan waktu luang seperti di Luar Negeri. "Pertama, sarananya dan juga kayak cuacanya, cuaca juga mendukung, sarana dan juga kenyamanannya dan juga akses untuk kesananya" ungkapnya. Baginya, tempat umum di Jakarta bukan menjadi suatu rekomendasi untuk dijadikan tempat untuk menghabiskan waktu luang karena polusi, cuaca yang terlalu terik sehingga tidak (baik untuk kulit).
Berdasarkan pengalamannya tinggal di luar Indonesia, cara masyarakat Indonesia dan masyarakat dimana dulu ia pernah tinggal pada saat menghabiskan waktu luangnya berbeda. "Disana public places lebih banyak. Jadi kita enggak kena charge tempat. Misalkan disini kita makan di restoran kan kena service charge, sedangkan disana kalo sama temen-temen barbecue di taman, kita cuman bayar apa yang kita mau makan" jelasnya.
Menurut pria lulusan European University di Montreux, Switzerland ini, pengalaman yang paling mengesankan adalah menonton konser band Coldplay di Zurich, Switzerland. Memang sudah keinginannya suatu hari untuk bisa nonton konser Coldplay namun tiba-tiba ada teman yang menawarkan tiket konser band tersebut dan kebetulan memang pingin akhirnya ia menonton band tersebut. "Kayak ke surga abis itu balik" katanya. Namun, apabila band Coldplay mengadakan konser di Jakarta, ia ragu-ragu untuk datang ke konser tersebut. Alasannya karena ia sudah dapat membayangkan pada saat konser selesai pasti akan macet. Sedangkan saat di Zurich, area sekitar tempat konser di block sehingga untuk kesana harus menggunakan tram (kereta dalam kota) sehingga pulang dan pergi lebih mudah.
Sedangkan pengalaman yang kurang mengesankan adalah ketika Mirza berkunjung ke Milan, Italia. Pada saat itu, ia ingin berfoto di depan salah satu gereja Cathedral. Namun, tiba-tiba, ada seseorang yang memberikannya makanan burung di tangannya. Tetapi, pada saaat ia sudah selesai berfoto orang tersebut meminta uang karena makanan burungnya sudah dimakan oleh burung-burung yang ada di sekitar gereja tersebut.
Menurut Mirza, tempat yang bagus untuk di kunjungi di Luar Jakarta namun tidak ada di Jakarta adalah Gili Trawangan. "Pulaunya emang pulang untuk turis. Dia enggak kayak bali. Kalo bali kan udah mulai kayak metropolitan. Udah banyak Mal. Kalo di Gili tuh mereka masih bergantung sama turis-turis jadi tempatnya kayak di sesuain sama interest orang-orang luar. Kayak pantai itu masih gratis. Kalo di Jakarta kan pantai harus bayar" jelasnya.
No comments:
Post a Comment